Selasa, 25 Maret 2014

Unknown Bohemian [Part IV]


Unknown Bohemian—Part 4 (Your Side)

Fanfiction by Jiyeonichi29 (@Alvia Rachmanda)

Genre: Fantasy, Romance, Family, campur-campur :D

Rating: 17

Main Cast: Huang Zi You (as you), Huang Zitao (EXO-M), Wuyifan/ Kris (EXO-M), Do Hana (OC)

Ó 2014 Jiyeonichi29. Don’t copy or steal without permission and take out all credit.
DON’T BE SILENT READER.
___

Your POV

Tao memainkan tongkat persneling dan menyerasikan posisi mobilnya dengan jejeran mobil lain di lahan parkir sebuah luxury building yang tak kupercayai adalah bangunan sekolah. SM Art High School. Sekolah seni paling besar di Korea. Gedung SM terdiri atas ruang-ruang berkelas yang mereka sebut departemen. Ada departemen Dance, Singing, Acting, Composing, dan banyak lagi. Tao sendiri lulusan dari departemen Dance and Sing, dan dia jago sekali dalam sword dance.  Aku iri padanya yang bisa merasakan duduk di sekolah seelit itu.
“Tao-ya! Zi You-ssi!” Hana juga baru datang dan tebak, ia bersama Kris. Seperti kuduga, harum thyme yang menggelitik saraf-saraf olfaktoriku berapa belas menit lalu nyatanya memang berasal dari Kris.
“Hai, Hana-ya! Kris ge, kau datang juga?”
Kris hanya mengulum senyum tipis. Demi Tuhan, Dewa Appolo sekalipun kalah tampan darinya!
“Kau akan menampilkan apa di festival nanti?” tanya Hana.
“Aku hanya datang karena sudah lama tak kemari. Juga, sekalian mengajak You. Aku tak berminat menampilkan apapun.”
“Kenapa? Padahal kau bisa menyumbangkan suara, tarian, atau sekalian saja jurus kungfumu!” Hana tergelak dengan ucapannya sendiri. Aneh. Sementara aku hanya bungkam karena Kris selalu mengunci tindak-tindikku setiap kami berada dalam radius 500m.
“Hai themuanya!” Sehun menemui kami dengan suaranya yang kelewat nyaring. Untungnya ini hari Sabtu, jika tidak tentu dia akan langsung didepak oleh penjaga sekolah karena telah mengganggu ketenteraman murid di sini. Di belakangnya, dua namja asing yang sepertinya seangkatan dengan mereka langsung melakukan tos bersama Tao dan Kris. Hana tak luput disapa oleh dua orang yang selanjutnya kuketahui bernama Baekhyun dan Chanyeol itu.
“Siapa gadis ini, Tao? Yeojachingu-mu, eh?” goda si pemilik telinga kurcaci, Chanyeol.
“Dia adikku.”
Eoh, kau punya adik? Tak pernah cerita?”
Baekhyun menyikut Tao. “Dia cantik. Perkenalkanlah pada kami.”
Aku tersipu, Tao terkekeh hambar. Tanpa diduga-duga, Tao mengeluarkan jurus wushunya. Tidak serius, memang. Namun sukses membuat Baekhyun mengaduh kesakitan karena pinggulnya terbentur lantai. Selanjutnya mereka main tinju-tinjuan dan Tao mampus dikeroyok tiga sekawan itu. Sungguh cara reunian yang aneh.
Attention, please. Diharap bagi para alumnus untuk berkumpul ke departemen masing-masing karena latihan akan segera dimulai. Terimakasih.” Suara dari loudspeaker menghentikan aksi konyol keempat makhluk itu. Hana pergi duluan lantaran teman-teman dari kelompoknya sudah menyuruh bergabung.
Kajja! Kita juga harus ke departemen Singing.”
“Kalian saja. Aku tak ikut.” Tolak Tao.
Waeyo? Apa kau sudah tak tertarik dengan dunia menyanyi sejak ditolak mentah-mentah oleh...”
“Tutup mulutmu! Aku bukan pria yang hanya bisa meratapi nasib dan bersikap menyedihkan sepertimu.”
Chanyeol menyunggingkan bibirnya. “Jika demikian tunjukkan bahwa kau benar-benar sudah melupakan nona Hwang.”
Nona Hwang? Siapa itu? Apa diam-diam Tao menjalin hubungan dengan seorang wanita? Kukira dia gay!
“Dasar payah. Aku tak mungkin meninggalkan You sendirian. Dia ini bodoh, bagaimana kalau sampai tersesat di tempat sebesar ini?” Tao mengataiku di depan namja-namja beraroma menyegarkan itu. Menyebalkan.
“Alasan! Itu tidak benar, ya kan, nona manis?” Baekhyun mengerling menawan padaku. Omoooo! Jantungku rasanya mau copot.
“Aku akan menjaga You untukmu.”
Seketika pikiranku runtuh oleh suara berat yang tak disangka-sangka terlontar dari pria yang telah mengusik akal sehatku selama ini. Apa aku salah dengar? T-tidak mungkin...
“Memang hyung tak ikut ke departemen?” tanya Sehun.
“Aku akan mendaftar setelah memutuskan berpartisipasi ke departemen mana.”
“Hm, ya thudah. Lebih baik kita cepat pergi karena yang lain thudah berkumpul. Ppalli ppalli!
Sehun, Baekhyun, dan Chanyeol saling berkejaran menuju departemen yang sama.
“Aku tak akan lama. Gege,  jangan biarkan dia berkeliaran dan menghancurkan barang-barang di sini.” Tao memandangku mengejek. Sempat kulayangkan cengiran padanya sebelum ia membawa tubuh kerempengnya menyusul trio tadi.
Well, sekarang apa?

**

Aku tak tahu harus berterimakasih atau mengutuki oppa-ku setelah dia terang-terangan menitipkanku pada Wu Yifan hingga sekarang aku benar-benar terjerumus dalam pesona pria dengan sorot mata mematikan itu.
Selagi Kris memberiku tur singkat keliling SM, aku tak dapat berhenti memandanginya. Aish, kenapa dia begitu indah di mataku? Mata ‘Elang’-nya. Hidung mancungnya. Relung pipinya. Rahang tegasnya. Bibirnya ya Tuhan... Nafasku selalu tersengal membayangkan melumat habis bibir montok pria itu. Kurasa diriku tengah digerayangi nafsu. Nafsu untuk menjadikan Kris milikku seorang lalu mengeksploitasi tubuhnya sepuas hati.
“Kau mendengarkanku, nona You?”
Mataku melebar kala manik matanya menancap tepat di pupilku. Kutatap matanya lekat-lekat. Terus tatap aku begitu, Kris. Kau membuatku merasa nyaman dan bergairah di saat bersamaan.
“Bahkan bila kau memintaku mengulang semua yang kau ucapkan aku bisa. Aku menyimak setiap frasa dalam kalimatmu dengan seksama.”
Ia masih menatapku intim. Astaga, jujur, aku suka sekali caranya memandang. Seperti, aku satu-satunya gadis di dunia ini yang dilihatnya. Aliran darahku menderu laju bersamaan dengan hasrat yang menggebu-gebu. Bibirku bahkan sampai gemetaran.
“Tak perlu. Aku hanya memastikan bila kau tak terlalu sibuk memperhatikanku saja sehingga kata-kataku hanya seperti angin lalu.”
Jadi dia sadar jikalau sedari tadi mataku aktif menjelajah tubuhnya? Ah, tentu saja dia tahu! Bodoh!
“Maafkan jika itu mengganggumu.”
“Itu memang menggangguku. Aku tak suka orang melihatiku sedemikian rupa seolah sedang menelanjangi tubuhku.”
Telanjang? Ya ampun, dia salah memilih diksi! Begitu itu—diksi—diserap telingaku, maknanya langsung meracuni akal sehatku.
“A-aku minta maaf.”
Aku salah tingkah. Kurasa rona merah mulai membanjiri pipiku. Kris menghembus, melepas karbon dioksida yang mengusap lembut kulit wajahku yang kesegarannya bahkan telak mengalahkan Peppermint. Dalam jarak sedekat ini, dapat kudengar jelas denyut jantung maupun nadinya yang mengundangku untuk menerkam. Aku meneguk saliva. Aku harus mengendalikan diri!
“Zi You-ssi,”
“Ya?”
“Matamu...”
“Ada apa, gege?” tanyaku antusias. Kiss me oh please kiss me!
“Apa matamu berubah warna?”
Sontak aku terkejut. “B-berubah warna? Aish, bagaimana mungkin?” Buru-buru aku menyingkir hingga posisiku tak lagi terimpit di sudut koridor. Aku mengambil celah untuk menetralisir kegugupanku. Sungguh bencana sampai dia yakin kalau...ouch! Bagaimana bisa mataku berubah di situasi begini? Kacau.
“Golden. Barusan matamu golden.”
Aku lekas menampik. “Pasti itu hanya karena pantulan sinar matahari. Mustahil sekali warna mata manusia berganti.” Kecuali bila dia bukan manusia, tambahku dalam hati.
“Tidak. Irismu berubah. Sungguh.”
Kris bersikeras dan makin menatap tajam bola mataku. Sial. Aku mati kutu. Kupaksa otakku bekerja. Apa? Apa? Apa? Aha!
“L-lensa.”
Mimiknya membentuk tanda tanya, tak mengerti dengan ucapanku. “Aku baru ingat, aku memakai lensa 4D (?) yang kubeli dari toko optik di Ohio. Lensa ini bisa berubah warna tergantung cuaca dan kondisi. Ya.” Jelasku mengada-ngada. Kris tampak berpikir, berusaha mencerna kalimat-kalimat hancurku yang terurai semrawut.
“Begitu?” responnya datar. Ia memundurkan tubuh sehingga memberi ruang bebas bagiku bernapas. Akhirnya.
TETTT~
Bunyi bel menjadi tanda bahwa jam departemen telah usai. Itu berarti, aku harus segera pergi menemui Tao sebelum ia mengamuk karena tak kunjung menemukanku.
“Tao oppa pasti sedang menungguku sekarang. Kau tak keberatan mengantarku kembali, gege?”

**

Semua sedang bernostalgia dengan bercanda ria di kafetaria sekolah. Sehun, Kai, Baekhyun, Kyungsoo, serta Chanyeol tengah menyantap makanan masing-masing. Dua orang yang tak kusebutkan namanya—Tao dan Hana—memasang wajah gusar perihal menunggui sesuatu. Begitu melihat kami, Tao langsung beranjak dari kursinya.
“Darimana saja?” tanyanya. Ada kecemasan dalam kalimat sinisnya.
“Keliling sekolah.” Jawabku singkat. Aku mengambil tempat duduk di samping Tao. Kris menarik kursi di depanku, sehingga saat inipun aku masih dapat mengagumi wajah rupawannya. Satu jam menghabiskan waktu bersamanya tadi tak jua membuatku puas. Sebaliknya, aku malah makin teradiksi.
Oppa, ini. Aku memesan sup kari untukmu.” Hana menyodorkan semangkuk sup setelah menyuruh Kai bergeser agar ia dapat duduk di sebelah Kris. Kris berterimakasih dan mengaduk supnya yang mengental. Melihatnya makan pasti akan sangat menyenangkan. Aku dilanda perasaan tak sabar!
“Hana, kau jahat sekali. Kenapa You yang di depanmu tak kau tawarkan?” celetuk Baekhyun dari bangkunya. “You-ya, makan punyaku saja.”
“Tak apa. Aku kenyang.” Tolakku halus. Bukan sungkan, tapi karena memang tak berselera makan benda seperti itu. Jika saja Baekhyun menawarkan adalah darahnya, mungkin aku akan berpikir dua kali untuk menolak.
“Jangan malu-malu. Ambilah.”
“Terimakasih, Byun-ssi. Tapi aku—”
“Apa kau mau aku suapi?”
“Berhentilah bersikap porno begitu, Baekhyun!” sela Tao, menghentikan tingkah Baekhyun yang nyaris membuat pipiku blushing. Bagaimana tidak? Wajahnya sangat kawaii, seperti anak kecil. Tak percaya? Kau harus lihat fotonya di Google! Dia punya sepasang eyesmile yang mampu membuat wanita manapun melting saat melihatnya. Ah, aku sungguh patut bersyukur karena dikelilingi oleh malaikat-malaikat berparas tampan.
“Aku kan hanya menawari.” Sahut Baekhyun santai.
“Kau menawari sesuatu yang tidak disukanya. Asal tahu saja, dia tak makan apapun selain daging.”
Penjelasan Tao membuatku bergeming. Meski itu sudah lama sekali, tak kusangka dia masih ingat. Ya, dulu, aku tak pernah mau menyentuh makanan lain dan hanya suka menyantap daging. Sekali makan, aku bisa menghabiskan enam pound tenderloin sapi panggang. Orangtuaku saja sampai bergidik melihat cara makanku yang ekstrem itu. Omong-omong, sudah berapa hari aku tak mengasup makanan? Kerongkonganku semakin gersang saja.
“Benarkah? Kenapa?” Chanyeol ikut penasaran.
“Karena thudah takdir!” Sehun menjawab seadanya. Sehun, Kai, dan Kyungsoo adalah teman kecilku. Tak ayal, mereka mengenalku dengan sangat baik. Lain halnya dengan Hana, Kris, Baekhyun atau Chanyeol. Meski keempatnya merupakan sahabat karib Tao, aku tak pernah tahu mereka. Mereka hadir di hidup Tao setelah aku pergi dari hidupnya—untuk sesaat.
“Kyuhyun hyung!
Seruan itu serempak membuat kami menoleh pada seseorang yang mendapat lambaian tangan Kyungsoo. Di entri masuk, seorang namja dengan kulit pucat pualam berdiri tersenyum. Ia berjalan menuju kemari.
Aura dingin perlahan menguar. Bulu romaku berdiri tegang, mengendus sesuatu tak biasa. Aneh. Apa yang terjadi?
“Hai,” Satu buah suara bariton mengelus merdu pendengaranku. Wangi mistis kudapati dari pria bernama Kyuhyun itu. Siapa dia?
Sunbaenim! Apa yang kau lakukan dithini?”
“Bodoh. Dia ‘kan alumni!” rutuk Kai.
“Oh iya. Hehe.”
“Kelihatannya ada pesta reuni di sini.” Ujar Kyuhyun basa-basi. Senyum ganjilnya yang hanya separuh itu membentuk kesan evil dalam dirinya. Kehadirannya merubah nuansa yang semula riuh, ribut, jadi mencekam. Ada sesuatu yang janggal di sekitar sini—di sekitar Kyuhyun.
“Dibilang reuni, tidak juga. Aku kelewat bosan bertemu mereka setiap hari.” Curhat Tao dan langsung dicurahi kata ‘huuu’ oleh teman-temannya. Kyuhyun tertawa gurih, memamerkan deret gigi putihnya.
“Kudengar festival nanti akan diliput oleh stasiun TV-mu, oppa?” tanya Hana kemudian.
“Betul. Aku bekerjasama dengan Tuan Sooman.”
“Woaah hebat! Itu berarti kita akan tampil di TV!” Baekhyun, Chanyeol, dan Sehun gaduh bukan main. Mungkin jika aku alumni SM, aku sudah akan bergabung bersama kericuhan mereka. Tapi karena aku tak mengerti apa-apa, aku hanya bersikap kalem, menahan hawa dingin yang sejak tadi mengepungku. Hanya mengepungku.
Tanpa sengaja, manik mata kami—aku dan Kyuhyun—bertemu. Hei! Apa baru saja kulihat irisnya gelap total? Itu bukan lensa 4D kan ==??
“Kurasa aku tak pernah melihat gadis ini sebelumnya.” Kata Kyuhyun tertuju padaku.
Memang tidak! Bertemu saja baru, bagaimana mungkin kau mengatakan pernah melihatku?
Tao mengenalkanku padanya. Aku mengangguk kecil.
“Huang Zi You, Huang Zi Tao. Ahh, Huang bersaudara!” cetusnya dengan mata setengah melotot. Mulutnya menyeringai lebar semakin menambah kesan horror. “Rupanya kau ada saudara perempuan.”
“You noona ini dari UTHA, hyung. Baru theminggu lalu ia pulang.”
Kyuhyun menarik napas dalam hingga membuat tulang rusuknya tercetak jelas di permukaan kulitnya yang hanya mengenakan ­sleveless shirt putih. “Hmm, gadis Amerika ya?” ucapnya seraya membuatku risih dengan segala perlakuannya—menatapku lengket, meraih jemariku lalu mengecupnya.
“Salam kenal.”
Aku merinding dan lekas menarik tangan. Telapaknya... Telapak Kyuhyun mirip sebongkah es batu. Arus dinginnya menginduksi pori-poriku dan membuatnya putih seketika. Benar, tanganku kini memucat.
“Baiklah, aku pergi dulu. Banyak proyek yang mesti kurampungkan. Ingat, buat ratingku naik dengan pertunjukan spektakuler kalian!” pesan Kyuhyun. Seiring langkah kakinya yang semakin menjauh, suhu dingin yang menyelimutiku berangsur lenyap. Hilang. Pergi mengekori siluet tubuh jangkungnya. Memperbesar keyakinanku bahwa memang ada yang tak beres pada diri Kyuhyun.
Cho Kyuhyun, siapa kau sesungguhnya?

**

Jariku menari di tumpukan debu yang menggumpal di kaca jendela. Dari koordinat terujung sebelah kiri, menyisir turun menciptakan sebuah jalur transparan. Lalu kutarik lagi garis ke kanan, kemudian ke atas, melintang, membujur, diagonal, melingkar, dan lain-lain.
Sebenarnya, aku sedang mencoba meluapkan perasaan jenuhku dengan menulis nama Wu Yifan dalam huruf Hanja. Sejak meninggalkan gedung SM, aku tak bisa berhenti memikirkannya. Adegan-adegan di sekolah tadi terus berkecamuk dalam ingatanku. Dadaku kembali bergemuruh.
“Aku tahu kau penggemarku nomor satu, tapi jangan melukisku di sana. Mobil ini masih terlalu baru dan aku tak mau kau merusaknya dengan gambarmu yang sangat payah.” Suara Tao meletus mengacaukan kenangan romantisku bersama Kris.
“Eh? Siapa juga yang menggambarmu?”
“Mengelak? Kau kira aku tak bisa lihat itu seekor panda?”
Aku menatapnya miris. Mungkin inilah akibat dari terlalu berharap menjadi seorang superstar. Pada akhirnya, jika tak kesampaian, kau akan gila sampai tak dapat membedakan antara Hanja dan panda.
“Aku bosan.” Keluhku. Hfft, berpisah dari Kris, Sehun, dan Baekhyun adalah hal terburuk dalam hidupku. Tanpa mereka, tak ada lagi namja-namja seksi yang bisa me-refresh indra visualku. Di kanan-kiri kami hanya terdapat gedung, gedung, dan gedung. Kecepatan mobil yang sangat lambat (80km/jam) juga menjadi faktor yang memperparah rasa penatku.
“Mau ke Sungai Han?”
“Boleh. Biar aku bisa sekalian menceburkanmu!”
“Kau? Menceburkanku? Yakin?”
Wanna try?” tantangku. Tao menanggapinya dengan tawa remehan. Drrt...Drrt... Ponselku bergetar. One message from Xi Luhan. Kusentuh ‘open’.
Kau di mana?
Aku celingukan, tak tahu juga ada di mana. Daritadi kami hanya berputar-putar seperti orang bodoh setelah Tao memutuskan untuk tak terlibat dalam festival SM. “Kita di mana?”
“Di mobil.”
Begok! Kalau itu aku juga tahu. “Maksudku di kawasan mana??!” seruku, nyaris memekik. “Lagipula, bisakah kau berhenti menyetir tak tentu rute? Kau menyebutku absurd tapi kau lebih parah dari itu.”
“Seabsurdnya aku, tak pernah sampai seakut dirimu. Kau itu abstrak, bukan absurd lagi.”
“Apa aku seburuk itu di matamu?”
“Tidak. Tapi lebih buruk.”
“Aissh-” Tao berhasil mencekal tanganku yang siap menarik rambutnya. Tak tahu kenapa, setiap bertengkar dengannya, tanganku secara instingtif akan mengarah ke kepalanya. Menjamah rambutnya, menariknya sekencang-kencangnya sampai ia merintih kesakitan. Itu memberi kepuasan tersendiri bagiku. Dan sepertinya, karena hampir setiap hari kulakukan, Tao terlampau hafal hingga akhirnya membangun sebuah benteng bernama ‘pencekalan’.
Piichara piichara pappaparapa~ Aku terkejut mendengar nada dering yang ditimbulkan smartphone Tao. Itu kan Ending Theme Chibi Maruko Chan! Heh, seleranya kekanakkan sekali. Sangat kontras dengan kepribadian dan mukanya yang sangar.
“Ya, gege? | Eung. | Oke.” Dan percakapanpun selesai. Singkat, padat, dan tidak jelas.
“Apa?” Tao bertanya mendapatiku tengah memandangnya dengan dahi berkerut. Setelah menaruh kembali ponselnya, ia memperbaiki posisi duduknya dan menaikkan kecepatan mobil.
“Kau tadi bertanya kita kemana, kan? Sekarang, pakai sabuk pengamanmu karena kita akan meluncur ke suatu tempat.”
“Sudah kupakai dari tadi!” ketusku kesal. “Wait, apa tadi itu Kris?” intonasiku berubah drastis pada kalimat kedua.
“Hm.”
“Apa Kris ada di tempat yang kita tuju?”
“Hm.”
Awesome! Aku semangat karena akan bertemu belahan jiwaku (lagi).

**

Bunyi bedebam bola basket yang dipantulkan ke lantai berkali-kali mengisi penuh atmosfer gudang bekas pakai yang telah beralihfungsi menjadi lapangan basket. Tiga pemuda berduel memperebutkan bola. Satunya men-dribble. Satunya sibuk menghalangi. Sisanya lagi berusaha merenggut. Tak ada tim Home, tak ada tim Away. Wasit, apalagi. Tiga-tiganya sama-sama bersaing untuk memasukkan bola ke ring lawan. Tidak, mungkin yang lebih tepat ke ring saja. Tak peduli itu ring Timur atau Barat, siapa yang berhasil mencetak poin terbanyak dialah yang juara. Permainan yang konyol.
Lagi, Luhan unggul kesekian kali. Meski lawannya terbilang cukup sulit karena tubuh mereka jauh lebih tinggi, Luhan berhasil membuktikan kalau orang pendek tak lantas kalah begitu saja. Yeah, walaupun, sebenarnya kunci kemenangannya adalah pada pergerakannya. Makhluk seperti kami mempunyai kemampuan bergerak yang hampir menyamai kecepatan cahaya, yakni 299.792.458 meter per detik. Oleh karenanyalah tak sukar bagi Luhan untuk menyelaraskan perpindahannya dengan Tao maupun Kris, apalagi jika hanya menghindari mereka.
“Air?” tawarku saat ketiganya rehat untuk sejenak. Hanya Kris yang menggubris, sedang Luhan dan Tao lanjut bermain. Sementara aku, bukan tak tertarik atau tak bisa bermain basket, malah saking lihainya sampai Tao menyuruhku out setelah timnya terus-menerus kalah akibat dibantai olehku. Dasar curang. Walau begitu aku tetap saja menurut dan malah berbaik hati membelikan mereka minuman, hanya karena aku tak mau nantinya Kris dehidrasi karena kekurangan air, hehe.
Kris mulai berjalan ke arahku. Tubuhnya yang tinggi semampai itu begitu mengesankan. Seakan belum cukup membuat jantungku hampir meledak tadi pagi, dia kembali membuat adrenalinku berpacu di setiap langkahnya yang semakin dekat. Kupandang ia lamat-lamat. Sorot mata sensual, rambut basah berantakan, dan tubuh tegapnya yang hanya dibalut v-neck shirt longgar warna hitam itu memperlihatkan leher jenjang dan lekukan tulang selangkanya yang seksi. Ia semakin nampak menggoda dengan tubuhnya yang basah bermandi keringat. Damn!! Aku terangsang. Hasratku sudah mencapai titik klimaks dan tak bisa menahan lebih lama lagi.
“Kau sudah gila??!!!”
Luhan dengan telepatinya meneriakiku. Entah bagaimana, tiba-tiba tanganku sudah merengkuh tubuh Kris dan membuat wajah kami begitu dekat. Gigi taringku juga telah siap tumbuh dan nyaris akan membocori pembuluh darahnya. Oh, apa yang kulakukan?
“Huang Zi You!”
Di seberang, Tao berdiri dengan ekspresi yang rumit dijelaskan.

**

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar