Unknown
Bohemian—Part 4 (Your Side)
Fanfiction
by Jiyeonichi29 (@Alvia Rachmanda)
Genre:
Fantasy, Romance, Family, campur-campur :D
Rating:
17
Main
Cast: Huang Zi You (as you), Huang Zitao (EXO-M), Wuyifan/ Kris (EXO-M), Do
Hana (OC)
Ó 2014 Jiyeonichi29. Don’t copy or
steal without permission and take out all credit.
DON’T
BE SILENT READER.
___
Your
POV
Tao memainkan tongkat persneling dan menyerasikan
posisi mobilnya dengan jejeran mobil lain di lahan parkir sebuah luxury building yang tak kupercayai
adalah bangunan sekolah. SM Art High School. Sekolah seni paling besar di
Korea. Gedung SM terdiri atas ruang-ruang berkelas yang mereka sebut
departemen. Ada departemen Dance, Singing, Acting, Composing, dan banyak lagi. Tao
sendiri lulusan dari departemen Dance and Sing, dan dia jago sekali dalam sword
dance. Aku iri padanya yang bisa
merasakan duduk di sekolah seelit itu.
“Tao-ya! Zi You-ssi!” Hana juga baru datang dan
tebak, ia bersama Kris. Seperti kuduga, harum thyme yang menggelitik
saraf-saraf olfaktoriku berapa belas menit lalu nyatanya memang berasal dari
Kris.
“Hai, Hana-ya! Kris ge, kau datang juga?”
Kris hanya mengulum senyum tipis. Demi Tuhan, Dewa
Appolo sekalipun kalah tampan darinya!
“Kau akan menampilkan apa di festival nanti?” tanya
Hana.
“Aku hanya datang karena sudah lama tak kemari.
Juga, sekalian mengajak You. Aku tak berminat menampilkan apapun.”
“Kenapa? Padahal kau bisa menyumbangkan suara,
tarian, atau sekalian saja jurus kungfumu!” Hana tergelak dengan ucapannya
sendiri. Aneh. Sementara aku hanya bungkam karena Kris selalu mengunci
tindak-tindikku setiap kami berada dalam radius
500m.
“Hai themuanya!” Sehun menemui kami dengan suaranya
yang kelewat nyaring. Untungnya ini hari Sabtu, jika tidak tentu dia akan
langsung didepak oleh penjaga sekolah karena telah mengganggu ketenteraman
murid di sini. Di belakangnya, dua namja
asing yang sepertinya seangkatan dengan mereka langsung melakukan tos bersama
Tao dan Kris. Hana tak luput disapa oleh dua orang yang selanjutnya kuketahui
bernama Baekhyun dan Chanyeol itu.
“Siapa gadis ini, Tao? Yeojachingu-mu, eh?” goda si pemilik telinga kurcaci, Chanyeol.
“Dia adikku.”
“Eoh, kau
punya adik? Tak pernah cerita?”
Baekhyun menyikut Tao. “Dia cantik. Perkenalkanlah
pada kami.”
Aku tersipu, Tao terkekeh hambar. Tanpa diduga-duga,
Tao mengeluarkan jurus wushunya. Tidak serius, memang. Namun sukses membuat
Baekhyun mengaduh kesakitan karena pinggulnya terbentur lantai. Selanjutnya
mereka main tinju-tinjuan dan Tao mampus dikeroyok tiga sekawan itu. Sungguh
cara reunian yang aneh.
“Attention,
please. Diharap bagi para alumnus untuk berkumpul ke departemen
masing-masing karena latihan akan segera dimulai. Terimakasih.” Suara dari loudspeaker menghentikan aksi konyol
keempat makhluk itu. Hana pergi duluan lantaran teman-teman dari kelompoknya
sudah menyuruh bergabung.
“Kajja!
Kita juga harus ke departemen Singing.”
“Kalian saja. Aku tak ikut.” Tolak Tao.
“Waeyo?
Apa kau sudah tak tertarik dengan dunia menyanyi sejak ditolak mentah-mentah
oleh...”
“Tutup mulutmu! Aku bukan pria yang hanya bisa
meratapi nasib dan bersikap menyedihkan sepertimu.”
Chanyeol menyunggingkan bibirnya. “Jika demikian
tunjukkan bahwa kau benar-benar sudah melupakan nona Hwang.”
Nona Hwang? Siapa itu? Apa diam-diam Tao menjalin
hubungan dengan seorang wanita? Kukira dia gay!
“Dasar payah. Aku tak mungkin meninggalkan You
sendirian. Dia ini bodoh, bagaimana kalau sampai tersesat di tempat sebesar
ini?” Tao mengataiku di depan namja-namja
beraroma menyegarkan itu. Menyebalkan.
“Alasan! Itu tidak benar, ya kan, nona manis?”
Baekhyun mengerling menawan padaku. Omoooo!
Jantungku rasanya mau copot.
“Aku akan menjaga You untukmu.”
Seketika pikiranku runtuh oleh suara berat yang tak
disangka-sangka terlontar dari pria yang telah mengusik akal sehatku selama
ini. Apa aku salah dengar? T-tidak mungkin...
“Memang hyung
tak ikut ke departemen?” tanya Sehun.
“Aku akan mendaftar setelah memutuskan
berpartisipasi ke departemen mana.”
“Hm, ya thudah. Lebih baik kita cepat pergi karena
yang lain thudah berkumpul. Ppalli
ppalli!”
Sehun, Baekhyun, dan Chanyeol saling berkejaran
menuju departemen yang sama.
“Aku tak akan lama. Gege, jangan biarkan dia
berkeliaran dan menghancurkan barang-barang di sini.” Tao memandangku mengejek.
Sempat kulayangkan cengiran padanya sebelum ia membawa tubuh kerempengnya menyusul
trio tadi.
Well,
sekarang apa?
**
Aku tak tahu harus berterimakasih atau mengutuki oppa-ku setelah dia terang-terangan
menitipkanku pada Wu Yifan hingga sekarang aku benar-benar terjerumus dalam
pesona pria dengan sorot mata mematikan itu.
Selagi Kris memberiku tur singkat keliling SM, aku
tak dapat berhenti memandanginya. Aish,
kenapa dia begitu indah di mataku? Mata ‘Elang’-nya. Hidung mancungnya. Relung
pipinya. Rahang tegasnya. Bibirnya ya Tuhan... Nafasku selalu tersengal
membayangkan melumat habis bibir montok pria itu. Kurasa diriku tengah
digerayangi nafsu. Nafsu untuk menjadikan Kris milikku seorang lalu
mengeksploitasi tubuhnya sepuas hati.
“Kau mendengarkanku, nona You?”
Mataku melebar kala manik matanya menancap tepat di
pupilku. Kutatap matanya lekat-lekat. Terus
tatap aku begitu, Kris. Kau membuatku merasa nyaman dan bergairah di saat
bersamaan.
“Bahkan bila kau memintaku mengulang semua yang kau
ucapkan aku bisa. Aku menyimak setiap frasa dalam kalimatmu dengan seksama.”
Ia masih menatapku intim. Astaga, jujur, aku suka
sekali caranya memandang. Seperti, aku satu-satunya gadis di dunia ini yang dilihatnya.
Aliran darahku menderu laju bersamaan dengan hasrat yang menggebu-gebu. Bibirku
bahkan sampai gemetaran.
“Tak perlu. Aku hanya memastikan bila kau tak
terlalu sibuk memperhatikanku saja sehingga kata-kataku hanya seperti angin
lalu.”
Jadi dia sadar jikalau sedari tadi mataku aktif
menjelajah tubuhnya? Ah, tentu saja dia tahu! Bodoh!
“Maafkan jika itu mengganggumu.”
“Itu memang menggangguku. Aku tak suka orang melihatiku
sedemikian rupa seolah sedang menelanjangi tubuhku.”
Telanjang? Ya ampun, dia salah memilih diksi! Begitu
itu—diksi—diserap telingaku, maknanya langsung meracuni akal sehatku.
“A-aku minta maaf.”
Aku salah tingkah. Kurasa rona merah mulai
membanjiri pipiku. Kris menghembus, melepas karbon dioksida yang mengusap
lembut kulit wajahku yang kesegarannya bahkan telak mengalahkan Peppermint.
Dalam jarak sedekat ini, dapat kudengar jelas denyut jantung maupun nadinya
yang mengundangku untuk menerkam. Aku meneguk saliva. Aku harus mengendalikan
diri!
“Zi You-ssi,”
“Ya?”
“Matamu...”
“Ada apa, gege?”
tanyaku antusias. Kiss me oh please kiss
me!
“Apa matamu berubah warna?”
Sontak aku terkejut. “B-berubah warna? Aish, bagaimana mungkin?” Buru-buru aku
menyingkir hingga posisiku tak lagi terimpit di sudut koridor. Aku mengambil
celah untuk menetralisir kegugupanku. Sungguh bencana sampai dia yakin kalau...ouch! Bagaimana bisa mataku berubah di
situasi begini? Kacau.
“Golden. Barusan matamu golden.”
Aku lekas menampik. “Pasti itu hanya karena pantulan
sinar matahari. Mustahil sekali warna mata manusia berganti.” Kecuali bila dia
bukan manusia, tambahku dalam hati.
“Tidak. Irismu berubah. Sungguh.”
Kris bersikeras dan makin menatap tajam bola mataku.
Sial. Aku mati kutu. Kupaksa otakku bekerja. Apa? Apa? Apa? Aha!
“L-lensa.”
Mimiknya membentuk tanda tanya, tak mengerti dengan
ucapanku. “Aku baru ingat, aku memakai lensa 4D (?) yang kubeli dari toko optik
di Ohio. Lensa ini bisa berubah warna tergantung cuaca dan kondisi. Ya.”
Jelasku mengada-ngada. Kris tampak berpikir, berusaha mencerna kalimat-kalimat
hancurku yang terurai semrawut.
“Begitu?” responnya datar. Ia memundurkan tubuh
sehingga memberi ruang bebas bagiku bernapas. Akhirnya.
TETTT~
Bunyi bel menjadi tanda bahwa jam departemen telah
usai. Itu berarti, aku harus segera pergi menemui Tao sebelum ia mengamuk
karena tak kunjung menemukanku.
“Tao oppa pasti
sedang menungguku sekarang. Kau tak keberatan mengantarku kembali, gege?”
**
Semua sedang bernostalgia dengan bercanda ria di
kafetaria sekolah. Sehun, Kai, Baekhyun, Kyungsoo, serta Chanyeol tengah
menyantap makanan masing-masing. Dua orang yang tak kusebutkan namanya—Tao dan
Hana—memasang wajah gusar perihal menunggui sesuatu. Begitu melihat kami, Tao
langsung beranjak dari kursinya.
“Darimana saja?” tanyanya. Ada kecemasan dalam
kalimat sinisnya.
“Keliling sekolah.” Jawabku singkat. Aku mengambil
tempat duduk di samping Tao. Kris menarik kursi di depanku, sehingga saat
inipun aku masih dapat mengagumi wajah rupawannya. Satu jam menghabiskan waktu
bersamanya tadi tak jua membuatku puas. Sebaliknya, aku malah makin teradiksi.
“Oppa,
ini. Aku memesan sup kari untukmu.” Hana menyodorkan semangkuk sup setelah
menyuruh Kai bergeser agar ia dapat duduk di sebelah Kris. Kris berterimakasih
dan mengaduk supnya yang mengental. Melihatnya makan pasti akan sangat
menyenangkan. Aku dilanda perasaan tak sabar!
“Hana, kau jahat sekali. Kenapa You yang di depanmu
tak kau tawarkan?” celetuk Baekhyun dari bangkunya. “You-ya, makan punyaku
saja.”
“Tak apa. Aku kenyang.” Tolakku halus. Bukan
sungkan, tapi karena memang tak berselera makan benda seperti itu. Jika saja
Baekhyun menawarkan adalah darahnya, mungkin aku akan berpikir dua kali untuk
menolak.
“Jangan malu-malu. Ambilah.”
“Terimakasih, Byun-ssi. Tapi aku—”
“Apa kau mau aku suapi?”
“Berhentilah bersikap porno begitu, Baekhyun!” sela
Tao, menghentikan tingkah Baekhyun yang nyaris membuat pipiku blushing. Bagaimana tidak? Wajahnya
sangat kawaii, seperti anak kecil.
Tak percaya? Kau harus lihat fotonya di Google! Dia punya sepasang eyesmile yang mampu membuat wanita
manapun melting saat melihatnya. Ah,
aku sungguh patut bersyukur karena dikelilingi oleh malaikat-malaikat berparas
tampan.
“Aku kan hanya menawari.” Sahut Baekhyun santai.
“Kau menawari sesuatu yang tidak disukanya. Asal
tahu saja, dia tak makan apapun selain daging.”
Penjelasan Tao membuatku bergeming. Meski itu sudah
lama sekali, tak kusangka dia masih ingat. Ya, dulu, aku tak pernah mau
menyentuh makanan lain dan hanya suka menyantap daging. Sekali makan, aku bisa
menghabiskan enam pound tenderloin sapi panggang. Orangtuaku saja sampai
bergidik melihat cara makanku yang ekstrem itu. Omong-omong, sudah berapa hari
aku tak mengasup makanan? Kerongkonganku semakin gersang saja.
“Benarkah? Kenapa?” Chanyeol ikut penasaran.
“Karena thudah takdir!” Sehun menjawab seadanya.
Sehun, Kai, dan Kyungsoo adalah teman kecilku. Tak ayal, mereka mengenalku
dengan sangat baik. Lain halnya dengan Hana, Kris, Baekhyun atau Chanyeol.
Meski keempatnya merupakan sahabat karib Tao, aku tak pernah tahu mereka.
Mereka hadir di hidup Tao setelah aku pergi dari hidupnya—untuk sesaat.
“Kyuhyun hyung!”
Seruan itu serempak membuat kami menoleh pada
seseorang yang mendapat lambaian tangan Kyungsoo. Di entri masuk, seorang namja dengan kulit pucat pualam berdiri
tersenyum. Ia berjalan menuju kemari.
Aura dingin perlahan menguar. Bulu romaku berdiri
tegang, mengendus sesuatu tak biasa. Aneh. Apa yang terjadi?
“Hai,” Satu buah suara bariton mengelus merdu
pendengaranku. Wangi mistis kudapati dari pria bernama Kyuhyun itu. Siapa dia?
“Sunbaenim!
Apa yang kau lakukan dithini?”
“Bodoh. Dia ‘kan alumni!” rutuk Kai.
“Oh iya. Hehe.”
“Kelihatannya ada pesta reuni di sini.” Ujar Kyuhyun
basa-basi. Senyum ganjilnya yang hanya separuh itu membentuk kesan evil dalam dirinya. Kehadirannya merubah
nuansa yang semula riuh, ribut, jadi mencekam. Ada sesuatu yang janggal di
sekitar sini—di sekitar Kyuhyun.
“Dibilang reuni, tidak juga. Aku kelewat bosan
bertemu mereka setiap hari.” Curhat Tao dan langsung dicurahi kata ‘huuu’ oleh
teman-temannya. Kyuhyun tertawa gurih, memamerkan deret gigi putihnya.
“Kudengar festival nanti akan diliput oleh stasiun TV-mu,
oppa?” tanya Hana kemudian.
“Betul. Aku bekerjasama dengan Tuan Sooman.”
“Woaah hebat! Itu berarti kita akan tampil di TV!”
Baekhyun, Chanyeol, dan Sehun gaduh bukan main. Mungkin jika aku alumni SM, aku
sudah akan bergabung bersama kericuhan mereka. Tapi karena aku tak mengerti
apa-apa, aku hanya bersikap kalem, menahan hawa dingin yang sejak tadi
mengepungku. Hanya mengepungku.
Tanpa sengaja, manik mata kami—aku dan
Kyuhyun—bertemu. Hei! Apa baru saja kulihat irisnya gelap total? Itu bukan
lensa 4D kan ==??
“Kurasa aku tak pernah melihat gadis ini
sebelumnya.” Kata Kyuhyun tertuju padaku.
Memang tidak! Bertemu saja baru, bagaimana mungkin
kau mengatakan pernah melihatku?
Tao mengenalkanku padanya. Aku mengangguk kecil.
“Huang Zi You, Huang Zi Tao. Ahh, Huang bersaudara!”
cetusnya dengan mata setengah melotot. Mulutnya menyeringai lebar semakin
menambah kesan horror. “Rupanya kau ada saudara perempuan.”
“You noona
ini dari UTHA, hyung. Baru theminggu
lalu ia pulang.”
Kyuhyun menarik napas dalam hingga membuat tulang
rusuknya tercetak jelas di permukaan kulitnya yang hanya mengenakan sleveless shirt putih. “Hmm, gadis
Amerika ya?” ucapnya seraya membuatku risih dengan segala perlakuannya—menatapku
lengket, meraih jemariku lalu mengecupnya.
“Salam kenal.”
Aku merinding dan lekas menarik tangan.
Telapaknya... Telapak Kyuhyun mirip sebongkah es batu. Arus dinginnya
menginduksi pori-poriku dan membuatnya putih seketika. Benar, tanganku kini
memucat.
“Baiklah, aku pergi dulu. Banyak proyek yang mesti
kurampungkan. Ingat, buat ratingku naik dengan pertunjukan spektakuler kalian!”
pesan Kyuhyun. Seiring langkah kakinya yang semakin menjauh, suhu dingin yang
menyelimutiku berangsur lenyap. Hilang. Pergi mengekori siluet tubuh jangkungnya.
Memperbesar keyakinanku bahwa memang ada yang tak beres pada diri Kyuhyun.
Cho Kyuhyun, siapa kau sesungguhnya?
**
Jariku menari di tumpukan debu yang menggumpal di
kaca jendela. Dari koordinat terujung sebelah kiri, menyisir turun menciptakan
sebuah jalur transparan. Lalu kutarik lagi garis ke kanan, kemudian ke atas,
melintang, membujur, diagonal, melingkar, dan lain-lain.
Sebenarnya, aku sedang mencoba meluapkan perasaan
jenuhku dengan menulis nama Wu Yifan dalam huruf Hanja. Sejak meninggalkan
gedung SM, aku tak bisa berhenti memikirkannya. Adegan-adegan di sekolah tadi
terus berkecamuk dalam ingatanku. Dadaku kembali bergemuruh.
“Aku tahu kau penggemarku nomor satu, tapi jangan
melukisku di sana. Mobil ini masih terlalu baru dan aku tak mau kau merusaknya
dengan gambarmu yang sangat payah.” Suara Tao meletus mengacaukan kenangan
romantisku bersama Kris.
“Eh? Siapa juga yang menggambarmu?”
“Mengelak? Kau kira aku tak bisa lihat itu seekor panda?”
Aku menatapnya miris. Mungkin inilah akibat dari
terlalu berharap menjadi seorang superstar. Pada akhirnya, jika tak kesampaian,
kau akan gila sampai tak dapat membedakan antara Hanja dan panda.
“Aku bosan.” Keluhku. Hfft, berpisah dari Kris,
Sehun, dan Baekhyun adalah hal terburuk dalam hidupku. Tanpa mereka, tak ada
lagi namja-namja seksi yang bisa me-refresh indra visualku. Di kanan-kiri
kami hanya terdapat gedung, gedung, dan gedung. Kecepatan mobil yang sangat
lambat (80km/jam) juga menjadi faktor yang memperparah rasa penatku.
“Mau ke Sungai Han?”
“Boleh. Biar aku bisa sekalian menceburkanmu!”
“Kau? Menceburkanku? Yakin?”
“Wanna try?”
tantangku. Tao menanggapinya dengan tawa remehan. Drrt...Drrt... Ponselku
bergetar. One message from Xi Luhan.
Kusentuh ‘open’.
Kau
di mana?
Aku celingukan, tak tahu juga ada di mana. Daritadi
kami hanya berputar-putar seperti orang bodoh setelah Tao memutuskan untuk tak
terlibat dalam festival SM. “Kita di mana?”
“Di mobil.”
Begok! Kalau itu aku juga tahu. “Maksudku di kawasan
mana??!” seruku, nyaris memekik. “Lagipula, bisakah kau berhenti menyetir tak
tentu rute? Kau menyebutku absurd tapi kau lebih parah dari itu.”
“Seabsurdnya aku, tak pernah sampai seakut dirimu.
Kau itu abstrak, bukan absurd lagi.”
“Apa aku seburuk itu di matamu?”
“Tidak. Tapi lebih buruk.”
“Aissh-”
Tao berhasil mencekal tanganku yang siap menarik rambutnya. Tak tahu kenapa, setiap
bertengkar dengannya, tanganku secara instingtif akan mengarah ke kepalanya.
Menjamah rambutnya, menariknya sekencang-kencangnya sampai ia merintih
kesakitan. Itu memberi kepuasan tersendiri bagiku. Dan sepertinya, karena
hampir setiap hari kulakukan, Tao terlampau hafal hingga akhirnya membangun
sebuah benteng bernama ‘pencekalan’.
Piichara
piichara pappaparapa~ Aku terkejut mendengar nada dering yang
ditimbulkan smartphone Tao. Itu kan
Ending Theme Chibi Maruko Chan! Heh, seleranya kekanakkan sekali. Sangat
kontras dengan kepribadian dan mukanya yang sangar.
“Ya, gege?
|
Eung. | Oke.” Dan
percakapanpun selesai. Singkat, padat, dan tidak jelas.
“Apa?” Tao bertanya mendapatiku tengah memandangnya
dengan dahi berkerut. Setelah menaruh kembali ponselnya, ia memperbaiki posisi
duduknya dan menaikkan kecepatan mobil.
“Kau tadi bertanya kita kemana, kan? Sekarang, pakai
sabuk pengamanmu karena kita akan meluncur ke suatu tempat.”
“Sudah kupakai dari tadi!” ketusku kesal. “Wait, apa tadi itu Kris?” intonasiku
berubah drastis pada kalimat kedua.
“Hm.”
“Apa Kris ada di tempat yang kita tuju?”
“Hm.”
Awesome!
Aku semangat karena akan bertemu belahan jiwaku (lagi).
**
Bunyi bedebam bola basket yang dipantulkan ke lantai
berkali-kali mengisi penuh atmosfer gudang bekas pakai yang telah beralihfungsi
menjadi lapangan basket. Tiga pemuda berduel memperebutkan bola. Satunya men-dribble. Satunya sibuk menghalangi.
Sisanya lagi berusaha merenggut. Tak ada tim Home, tak ada tim Away. Wasit,
apalagi. Tiga-tiganya sama-sama bersaing untuk memasukkan bola ke ring lawan.
Tidak, mungkin yang lebih tepat ke ring saja. Tak peduli itu ring Timur atau
Barat, siapa yang berhasil mencetak poin terbanyak dialah yang juara. Permainan
yang konyol.
Lagi, Luhan unggul kesekian kali. Meski lawannya
terbilang cukup sulit karena tubuh mereka jauh lebih tinggi, Luhan berhasil
membuktikan kalau orang pendek tak lantas kalah begitu saja. Yeah, walaupun,
sebenarnya kunci kemenangannya adalah pada pergerakannya. Makhluk seperti kami
mempunyai kemampuan bergerak yang hampir menyamai kecepatan cahaya, yakni 299.792.458 meter per detik. Oleh karenanyalah tak sukar bagi
Luhan untuk menyelaraskan perpindahannya dengan Tao maupun Kris, apalagi jika
hanya menghindari mereka.
“Air?” tawarku saat ketiganya rehat untuk sejenak. Hanya
Kris yang menggubris, sedang Luhan dan Tao lanjut bermain. Sementara aku, bukan
tak tertarik atau tak bisa bermain basket, malah saking lihainya sampai Tao menyuruhku
out setelah timnya terus-menerus
kalah akibat dibantai olehku. Dasar curang. Walau begitu aku tetap saja menurut
dan malah berbaik hati membelikan mereka minuman, hanya karena aku tak mau
nantinya Kris dehidrasi karena kekurangan air, hehe.
Kris mulai berjalan ke arahku. Tubuhnya yang tinggi
semampai itu begitu mengesankan. Seakan belum cukup membuat jantungku hampir
meledak tadi pagi, dia kembali membuat adrenalinku berpacu di setiap langkahnya
yang semakin dekat. Kupandang ia lamat-lamat. Sorot mata sensual, rambut basah
berantakan, dan tubuh tegapnya yang hanya dibalut v-neck shirt longgar warna hitam itu memperlihatkan leher jenjang
dan lekukan tulang selangkanya yang seksi. Ia semakin nampak menggoda dengan
tubuhnya yang basah bermandi keringat. Damn!!
Aku terangsang. Hasratku sudah mencapai titik klimaks dan tak bisa menahan
lebih lama lagi.
“Kau sudah gila??!!!”
Luhan dengan telepatinya meneriakiku. Entah
bagaimana, tiba-tiba tanganku sudah merengkuh tubuh Kris dan membuat wajah kami
begitu dekat. Gigi taringku juga telah siap tumbuh dan nyaris akan membocori
pembuluh darahnya. Oh, apa yang kulakukan?
“Huang Zi You!”
Di seberang, Tao berdiri dengan ekspresi yang rumit
dijelaskan.
**
TBC