Unknown
Bohemian—Part 2
Fanfiction
by Jiyeonichi29 (@Alvia Rachmanda)
Genre:
Fantasy, Romance, Family, campur-campur :D
Rating:
17
Main
Cast: Huang Zi You (as you), Huang Zitao (EXO-M), Wuyifan/ Kris (EXO-M), Do
Hana (OC)
___
Hana’s
POV
Semalam tidurku nyenyak sekali. Bahkan, Kris sampai
muncul dalam mimpiku! Hahh, kurasa aku memang sudah dimabuk olehnya. Benar, aku
tergila-gila padanya.
Kris itu... Dia bagaikan pangeran. Pangeran dari
negeri dongeng yang mengemban misi di dunia nyata untuk menemukan belahan
jiwanya; seorang putri cantik jelita, yaitu aku. Hihi. Kadang aku geli sendiri
bila membayangkan suatu saat kami menikah dan memiliki anak yang lucu-lucu, mendengarnya
memanggilku ‘sayang’, mencumbuku setiap pagi, dan memuaskan hasrat bercintanya saat
malam.
Kyaaa~ Kurasa wajahku panas dan memerah.
“Noona,
sarapan sudah siap!” Suara Kyungsoo terdengar dari luar.
“Iya!”
Kupandangi pantulan diri di cermin sebelum turun
untuk mengisi perut. Baik, kau sangat mempesona, Hana-ya! Berjuang untuk
mendapatkan Kris! Fighting!!
“Aku tidak jadi ikut ke Huang Golf Resident. Mulai
hari ini kami ada latihan vokal.” cerita Kyungsoo di meja makan.
“Kalau begitu aku akan pergi dengan Kris.” jawabku
semangat. “Tapi tunggu, bukankah festivalnya masih lama?”
Festival yang kumaksud bukanlah festival outdoor yang semua pesertanya berjalan
berarak-arak memakai kostum warna-warni. Sebaliknya, festival berjudul SMTown
Party ini akan berlangsung mewah di dalam teater. Festival ini menghimpun alumni-alumni
SM Art High School untuk berpartisipasi dalam acara peresmian SM Theater.
Kebetulan kami semua adalah lulusan SM—aku, adikku,
Tao, Sehun, Kai, juga Kris. Kyungsoo akan bernyanyi bersama grupnya, sementara
aku akan bermain dalam drama musikal. Kwartet rapper itu mungkin akan
menunjukkan kebolehan mereka.
“Masih dua bulan lagi sih~”
Ting! Kyungsoo dengan cepat menyelesaikan makannya
setelah mendapat pesan dari seseorang. “Aku harus pergi sekarang, noon. Kyuhyun hyung menyuruh untuk berkumpul. Sampaikan salamku pada yang lain.”
Aku mengiyakan saja sambil melanjutkan makan.
Rencanaku selanjutnya adalah menelfon Kris agar menjemputku.
“Noona,
kau tak apa ‘kan pergi sendiri?” Kyungsoo kembali lagi.
“It’s okay.
Aku kesana bersama Kris, kok. Kau pergi saja, nanti terlambat.”
“Baiklah, agaknya nanti aku pulang telat. Jika
sempat aku pasti mengunjungi kalian. Daag~!”
Kyungsoo melambai singkat lalu menghilang di balik
pintu.
**
Your
POV
Aku hanya mengenakan t-shirt berkerah warna mustard yang kupadankan dengan rok putih
sepaha. Tak lupa, sebuah snapback BWCW kebesaran yang kuambil dari kamar Tao.
Meski sudah kuatur snap-nya hingga ukuran terkecil, tetap saja masih kebesaran
untukku. Aku jadi bingung sebenarnya kepalaku yang kekecilan atau memang Tao punya
kepala yang super besar?
“Sejarah darimana main golf pakai snapback? Dan—hei!
Bukannya itu punyaku?!!” Tao kalap melihatku turun.
“Aku pinjam.”
“Pinjam tanpa izin = pencurian. Kembalikan.”
“Hya, kenapa kau pelit sekali? Lagipula aku tak mau
pakai topi aneh itu. Percuma saja kalau kepalamu masih terpapar sinar
matahari.”
Kai dan Sehun datang menenteng satu perangkat penuh
golf dari ruang penyimpanan. “Noona,
di thana tempatnya teduh, kok. Jadi jangan takut kulit noona akan terbakar.”
Aku tahu, Oh Sehun. Dulu aku juga bagian dari
keluarga ini, ingat? Satu hal yang membuatku masih bisa bernapas lega adalah
tempat itu sama sekali tak tersentuh cahaya mentari sehingga aku tidak perlu
risau tentang jati diriku—tentang duniaku, dunia yang sama sekali berbeda dengan
manusia.
.
.
.
Itu adalah hari dimana sepasang pria dan wanita
berkulit pucat mendatangiku. Pertama kali melihatnya, ada rasa takut saat
menatap bola mata emerald si wanita, serta mata si pria yang irisnya dapat
berubah-ubah—hitam, emas, merah. Dua pasangan muda yang mengaku sebagai
orangtua kandungku itu meminta izin untuk membawaku beserta mereka.
Tentu saja aku merengek, tak rela meninggalkan ibu,
ayah, dan juga Tao. Bagaimanapun juga rasanya menyakitkan bahwa aku bukan putri
kandung keluarga Huang. Butuh banyak penjelasan tentang mengapa dan bagaimana
orangtuaku ‘mencampakanku’, lalu menemukan dan berniat membawaku pulang
kembali.
Masih segar di ingatanku apa yang dikatakan Lee
Donghae—ayah kandungku—saat kami tiba di Forks.
“Kau adalah seorang vampire.”
Rasanya dunia langsung jungkir balik, mengacaukan
semua ingatanku tentang hidup. Vampire?
Makhluk yang selama ini kupikir hanya mitos belaka? Aku merasa seperti
dibacakan sebuah dongeng. Bohong. Namun sekeras apa aku mencoba untuk tak
percaya, pada akhirnya aku tetap tak bisa mengelak terhadap garis kehidupan
yang telah ditakdirkan padaku.
Bahwasannya, aku ini memanglah vampire.
“Kami terpaksa menitipkanmu di panti asuhan karena
kala itu sedang gencar pemusnahan bayi-bayi immortal.
Meski kenyataannya kau bukan kaum mereka, pada masa itu Volturi menganggap
semua bayi yang terlahir dari pasangan vampire
merupakan immortal. Seperti kau tahu,
penciptaan makhluk immortal sangat dilarang
di dunia kita. Maka dari itu, aku dan ibumu memutuskan untuk mengasingkanmu di
dunia manusia agar tak tercium dan disalahartikan Volturi.”
“Seberapa bahayakah makhluk immortal itu hingga Volturi sangat berobsesi untuk melenyapkannya?”
“Jika vampire
masih dapat mati dengan membakar tubuh atau memotong kepala mereka, maka itu
tak berlaku bagi makhluk immortal. Ya
immortal, ya, abadi. Dan keabadiannyalah
yang sering disalahgunakan bangsa Lucifer untuk menjadikannya inang dan
mengambil alih dunia. Sebenarnya sangat sulit untuk mengidentifikasi seorang immortal, karena mereka mayoritas terbentuk
dari peleburan manusia dengan vampire.
Itulah salah satu alasan mengapa pernikahan vampire
dengan manusia sangat tidak diperbolehkan!”
“Lalu, apakah kita juga meminum darah seperti vampire di film-film? Tapi seumur hidup
aku tak pernah melakukannya. Aku makan seperti yang dimakan manusia, dan aku
tidak mati.” Tanyaku polos. Maklum saja, usiaku masih 14 saat itu. Dunia
supranatural masih terlalu awam bagiku. Aku hanya menyimak setengah-setengah
dari apa yang dijelaskan Donghae, itupun karena aku ingat kehidupan Cullens di
Twilight Saga. Kurang lebih seperti itu.
“Sebenarnya iya, makanan vampire adalah darah. Terutama darah manusia. Tapi kami adalah
vegetarian, jadi kami hanya mengonsumsi darah hewan. Tak ada istilah bagi vampire mati kelaparan. Jadi bila
seorang vampire tak minum darah dari
keduanya, ia masih dapat bertahan namun kemampuannya akan berangsur lenyap.
Sama seperti kau. 14 tahun hidup dengan cara manusia membuat vampire ability-mu berkurang. Bahkan pada hal-hal kecil seperti penciuman,
pendengaran, maupun perasa. Kau menjadi lebih tidak peka. Semakin mudah lelah,
lemah, persis manusia. Pada akhirnya kau bukan lagi seorang vampire, namun juga bukan manusia.
Perubahan itu disebut Dracusitosys, sedangkan makhluknya dinamakan Dracemia.
Mungkin kau tahu Zombie? Nah, Dracemia mirip itu. Karenanyalah, bersamaan
dengan meredanya pemburuan bayi-bayi immortal, kami mengambilmu kembali untuk
menjadikanmu vampire sungguhan.”
“Jadi... Itulah kenapa akhir-akhir ini aku tak sehiperaktif
dulu lagi? Dan penyakit tidurku itu sebenarnya bukan suatu sindrom seperti yang
mereka katakan?”
“Tepat sekali. Vampire
tak pernah tidur, itu juga yang terjadi padamu. Namun belakangan kekuatan
supranaturalmu menurun drastis dan apabila dibiarkan, kau akan bertransformasi
menjadi Dracemia. Tapi kau tak usah khawatir, sebulan setelah kau rutin
mengonsumsi darah, kekuatanmu akan berangsur pulih dan kau akan kembali menjadi
vampire seutuhnya.”
“Lalu, bagaimana aku bisa tidak tergiur sementara
selama ini aku hidup di lingkungan manusia? Bukankah seharusnya aku bernafsu
untuk menghisap darah mereka?”
“Itu disebut kekebalan. Sedari kecil kau tinggal
bersama mereka, hidup seperti mereka, mengikuti pola hidup mereka. Kau tak akan
bertahan bila dulunya pernah mencicipi walau hanya semili darah.”
O-ow. Itu berarti, setelah aku meminum darah nanti,
akan sulit bagiku untuk bertemu keluarga Huang lagi? Benarkah?
**
Darah... Darah... Darah...
Betapa nikmatnya ketika darah segar itu mengalir
membasahi kerongkonganku. Jika diibaratkan sebuah gurun pasir, maka hujan baru
saja melesapkan geringnya. Ahh, kalau darah rusa saja rasanya senikmat ini,
bagaimana bila kucoba menghisap darah manusia?
Kata Luhan, namja
yang mengajariku tata cara berburu hewan itu, ia pernah mencicipi seekor nyamuk
yang baru menghisap manusia. Dan rasanya? Mungkin kau tahu rasa secuil
gula-gula yang menggodamu untuk lagi dan lagi, tapi ibumu melarang membelinya?
Ya, seperti itulah!
Oh apa yang kupikirkan? Tidak boleh! Tepis pikiran
konyolmu itu, You! Aku harus ingat perkataan Jessica. Darah manusia itu seperti
narkoba, hanya saja bila narkoba sifatnya merusak tapi darah manusia sifatnya
membangun (?).
Aku mendesah bahagia, mengelap bibir yang bercemot
darah dengan punggung tanganku. Luhan sudah berdiri di belakangku dan mengajak
pergi. Sekedar informasi, Luhan juga anggota komunitas keluarga Lee. Dalam
silsilah, kami bisa dibilang sepupu. Tampaknya saja kami seperti oppa-dongsaeng, tapi sebenarnya beda
usia kami ratusan tahun!
Itu adalah kesekian kali aku menyantap darah sebagai
makanan sehari-hari. Selanjutnya, saat Jessica dan Donghae tahu jika aku ingin
kembali pada keluarga Huang, mereka menyarankan agar di Seoul aku meminum darah
donor saja.
“Bolehkah?” tanyaku dengan mata berbinar.
“Mau bagaimana lagi? Kau tidak mungkin meneror kota dengan
menebarkan desas-desus kalau banyak hewan ternak mati kehabisan darah. Itu
justru akan membahayakan kita.” jawab Jessica.
“Tapi bagaimana jika aku tak dapat mengendalikan
diri dan... dan... aku menerkam manusia?”
Jessica menghembus nafas. Wanita berambut almond yang terjebak dalam tubuh berumur
26 tahun itu adalah ibuku. Tak percaya? Sama!
Usiaku kini 21 dan artinya beda usia kami hanya lima
tahun. Pertumbuhanku baru akan terhenti setelah aku menghisap habis darah
seorang pria. Jika tidak, aku akan terus tumbuh bahkan bila sampai ratusan atau
ribuan tahun! Itu karena aku tak seperti Jessica yang bertransformasi karena
digigit Donghae, melainkan sejak lahir aku murni seorang vampire. Bisa kalian bayangkan jika dalam lima atau lebih tahun aku
masih terus tumbuh, siapa yang akan memanggil siapa? Akan aneh bila aku
mengklaim jika Jessica ibuku meski itu realita.
“Sebenarnya, kau tak akan mau ‘memakan’ mereka jika
bukan karena rangsangan seksualitas. Intinya, seorang vampire bergairah menghabisi mangsanya (manusia) karena daya pikat
atau rasa cinta. Seperti dulu ketika ayahmu menjadikanku vampire, atau seperti pasangan-pasangan vampire lain yang salah satunya berasal dari manusia. Selain
daripada itu, biasanya vampire yang
menyerang manusia telah dirasuki iblis atau memang dia seorang Immortalers.”
.
.
.
“Yak, kau
mau ikut apa tetap berdiri di situ seperti orang dungu?”
Aku menengok ke sumber suara dan menemukan Tao memanggilku
dari mobil. Sehun dan Kai juga sudah stand
by di jok belakang dengan wajah over semangat.
“Tunggu aku, oppa!”
teriakku lantas berlari mengejar Japp yang mulai dialihfungsikan Tao seperti
mobil-mobilan untuk memancing balita. Heh, apa dia lupa kalau aku seorang vampire—maksudku, pelari maraton?
“Noona
makan apa sih bisa lari secepat itu? Padahal Tao hyung ‘kan mantan racers!” Kai terpukau bukan main.
“Thehun thuka thekali pada noona-noona yang berthemangat.” Sehun memposisikan dagunya pada
sandaran jokku, berusaha menggodaku dengan mimik nakalnya. Iya, kuakui, aku
tergoda >///<.
“Eh, bohong! Kau kan memang suka semua jenis noona, sampai yang obesitaspun kau embat!”
sorak Kai.
“Kalian tak usah memuji berlebihan begitu. Dan kau
tidak perlu juga menggoda adikku, Oh Sehun! Lihat, dia jadi geer setengah mati.”
Tao melirikku sinis dan kubalas dengan lebih sinis.
“Apa masalahmu, heh? Lebih baik kau ajari aku
drifting!”
“Huh? Jangan harap!” tolaknya mentah-mentah.
“Kenapa?”
“Kau tahu kau itu kelewat hiperaktif dan selalu
kelebihan energi. Kau mau aku ajari drifting? Sama saja artinya membunuh para
pengguna jalan!”
“YAKK!” Aku menyengir dan langsung menjambak
rambutnya kencang-kencang.
“Ya!Ya!Ya!
Berhenti menarik rambutku, bodoh! Aku sedang mengemudi!”
“Tidak akan sampai kau berjanji mengajariku!”
“Bahkan bila aku harus matipun jangan harap aku
memberitahumu!”
“Kalau begitu, jangan salahkan bila kita mati bersama
saat ini juga!!”
Aku bersikukuh tak mau menyingkir, tetap mencengkeram
helaian rambut hitamnya bak sebuah tali tambang sementara di bawahku jurang
dengan batuan curam. Alhasil, Tao kehilangan kendali dan mengemudi dengan
oleng. Sehun dan Kai berteriak-teriak heboh memperparah keadaan. Sementara itu,
di luar, di jalanan, pengemudi lain dengan geram mengklakson kami karena sudah
seenaknya memonopoli jalan raya~~~
**
Normal
POV
“Bagaimana? Apa disana dia baik-baik saja?”
Jessica memperhatikan Donghae yang tak kurang dari
hitungan detik melompat dari satu pohon ke pohon lain dan sekarang, berdiri
tepat di hadapannya. Ia mengeluh.
“Kau tahu anak itu. Semenit lalu aku melihatnya
nyaris menyebabkan kecelakaan massal.”
Jessica mendesah. “Sudah kuduga akan begitu.”
“Tenang saja, dia sudah dewasa. Lama-lama dia juga terbiasa
mengontrol kekuatannya.”
“Aku tak percaya itu, Hae. Dia sangat pecicilan,
persis dirimu. Aku harus melakukan sesuatu.”
“Hei,” Donghae mencekal tangan Jessica, “Tak usah
sepanik itu. You kita akan baik-baik saja, hm?”
“Yang kukhawatirkan bukan dirinya, melainkan
manusia-manusia yang berpeluang celaka akibat ulahnya.”
“Sica... -_-”
“Aku harus pergi se—”
“Shh.”
Donghae meletakkan telunjuknya di bibir wanita
bermarga Jung itu. Selanjutnya giliran jemarinya yang bermain-main di wajah
Jessica. Demi apapun, Jessica adalah wanita tercantik yang pernah ditemui
Donghae di dunia ini. Dan—tentu saja—Donghae sangat mencintainya.
“Kalau diingat-ingat, kita belum melakukan morning kiss hari ini.” Desis Donghae seductive. Ditatapnya lekat wajah
Jessica mulai dari sepasang mata onixnya, hidung mancungnya, relung pipinya,
serta rahang indahnya dan terakhir bibir Jessica yang selalu membuat diri
Donghae diburu nafsu. Donghae mendekatkan wajahnya secara perlahan, pelan,
pelan...
CHU!
Pria ikan itu mengerjap matanya dua tiga kali.
Sesuatu yang tak pernah vampire
lakukan.
“Sudah? Kalau begitu aku akan pergi mengurus putri
kita.”
Tanpa babibu lagi Jessica segera melesat pergi.
Sementara Donghae masih berdiri terdiam. Lalu, ia tertawa sendiri. Hampir 300
tahun ia hidup dan bertemu banyak sekali wanita namun tak ada satupun dari
mereka yang pernah mencumbunya duluan seperti yang baru Jessica lakukan—bahkan
ini pertama kali sejak ia mengikat janji dengan Jessica sekitar 22 tahun lalu.
“Dasar.”
**
TBC
___
A/N:
Hyahaaa chapter 2-nya sudah dipost :DD Karena
mengandung beberapa kata vulgar dan sedikit adegan, yeah, you know lah, FF ini ku-rating 17. Jadi yang merasa di bawah umur
dan udah terlanjur baca, nggak dosa sih, karena authornya sendiri juga masih 15
XD
Seperti biasa, silakan dikomen~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar