Jumat, 14 Februari 2014

Unknown Bohemian [Part II]


Unknown Bohemian—Part 2

Fanfiction by Jiyeonichi29 (@Alvia Rachmanda)

Genre: Fantasy, Romance, Family, campur-campur :D

Rating: 17

Main Cast: Huang Zi You (as you), Huang Zitao (EXO-M), Wuyifan/ Kris (EXO-M), Do Hana (OC)

___

Hana’s POV

Semalam tidurku nyenyak sekali. Bahkan, Kris sampai muncul dalam mimpiku! Hahh, kurasa aku memang sudah dimabuk olehnya. Benar, aku tergila-gila padanya.
Kris itu... Dia bagaikan pangeran. Pangeran dari negeri dongeng yang mengemban misi di dunia nyata untuk menemukan belahan jiwanya; seorang putri cantik jelita, yaitu aku. Hihi. Kadang aku geli sendiri bila membayangkan suatu saat kami menikah dan memiliki anak yang lucu-lucu, mendengarnya memanggilku ‘sayang’, mencumbuku setiap pagi, dan memuaskan hasrat bercintanya saat malam.
Kyaaa~ Kurasa wajahku panas dan memerah.
Noona, sarapan sudah siap!” Suara Kyungsoo terdengar dari luar.
“Iya!”
Kupandangi pantulan diri di cermin sebelum turun untuk mengisi perut. Baik, kau sangat mempesona, Hana-ya! Berjuang untuk mendapatkan Kris! Fighting!!
“Aku tidak jadi ikut ke Huang Golf Resident. Mulai hari ini kami ada latihan vokal.” cerita Kyungsoo di meja makan.
“Kalau begitu aku akan pergi dengan Kris.” jawabku semangat. “Tapi tunggu, bukankah festivalnya masih lama?”
Festival yang kumaksud bukanlah festival outdoor yang semua pesertanya berjalan berarak-arak memakai kostum warna-warni. Sebaliknya, festival berjudul SMTown Party ini akan berlangsung mewah di dalam teater. Festival ini menghimpun alumni-alumni SM Art High School untuk berpartisipasi dalam acara peresmian SM Theater.
Kebetulan kami semua adalah lulusan SM—aku, adikku, Tao, Sehun, Kai, juga Kris. Kyungsoo akan bernyanyi bersama grupnya, sementara aku akan bermain dalam drama musikal. Kwartet rapper itu mungkin akan menunjukkan kebolehan mereka.
“Masih dua bulan lagi sih~”
Ting! Kyungsoo dengan cepat menyelesaikan makannya setelah mendapat pesan dari seseorang. “Aku harus pergi sekarang, noon. Kyuhyun hyung menyuruh untuk berkumpul. Sampaikan salamku pada yang lain.”
Aku mengiyakan saja sambil melanjutkan makan. Rencanaku selanjutnya adalah menelfon Kris agar menjemputku.
Noona, kau tak apa ‘kan pergi sendiri?” Kyungsoo kembali lagi.
It’s okay. Aku kesana bersama Kris, kok. Kau pergi saja, nanti terlambat.”
“Baiklah, agaknya nanti aku pulang telat. Jika sempat aku pasti mengunjungi kalian. Daag~!”
Kyungsoo melambai singkat lalu menghilang di balik pintu.

**

Your POV
Aku hanya mengenakan t-shirt berkerah warna mustard yang kupadankan dengan rok putih sepaha. Tak lupa, sebuah snapback BWCW kebesaran yang kuambil dari kamar Tao. Meski sudah kuatur snap-nya hingga ukuran terkecil, tetap saja masih kebesaran untukku. Aku jadi bingung sebenarnya kepalaku yang kekecilan atau memang Tao punya kepala yang super besar?
“Sejarah darimana main golf pakai snapback? Dan—hei! Bukannya itu punyaku?!!” Tao kalap melihatku turun.
“Aku pinjam.”
“Pinjam tanpa izin = pencurian. Kembalikan.”
“Hya, kenapa kau pelit sekali? Lagipula aku tak mau pakai topi aneh itu. Percuma saja kalau kepalamu masih terpapar sinar matahari.”
Kai dan Sehun datang menenteng satu perangkat penuh golf dari ruang penyimpanan. “Noona, di thana tempatnya teduh, kok. Jadi jangan takut kulit noona akan terbakar.”
Aku tahu, Oh Sehun. Dulu aku juga bagian dari keluarga ini, ingat? Satu hal yang membuatku masih bisa bernapas lega adalah tempat itu sama sekali tak tersentuh cahaya mentari sehingga aku tidak perlu risau tentang jati diriku—tentang duniaku, dunia yang sama sekali berbeda dengan manusia.
.

.

.
Itu adalah hari dimana sepasang pria dan wanita berkulit pucat mendatangiku. Pertama kali melihatnya, ada rasa takut saat menatap bola mata emerald si wanita, serta mata si pria yang irisnya dapat berubah-ubah—hitam, emas, merah. Dua pasangan muda yang mengaku sebagai orangtua kandungku itu meminta izin untuk membawaku beserta mereka.
Tentu saja aku merengek, tak rela meninggalkan ibu, ayah, dan juga Tao. Bagaimanapun juga rasanya menyakitkan bahwa aku bukan putri kandung keluarga Huang. Butuh banyak penjelasan tentang mengapa dan bagaimana orangtuaku ‘mencampakanku’, lalu menemukan dan berniat membawaku pulang kembali.
Masih segar di ingatanku apa yang dikatakan Lee Donghae—ayah kandungku—saat kami tiba di Forks.
“Kau adalah seorang vampire.”
Rasanya dunia langsung jungkir balik, mengacaukan semua ingatanku tentang hidup. Vampire? Makhluk yang selama ini kupikir hanya mitos belaka? Aku merasa seperti dibacakan sebuah dongeng. Bohong. Namun sekeras apa aku mencoba untuk tak percaya, pada akhirnya aku tetap tak bisa mengelak terhadap garis kehidupan yang telah ditakdirkan padaku.
Bahwasannya, aku ini memanglah vampire.
“Kami terpaksa menitipkanmu di panti asuhan karena kala itu sedang gencar pemusnahan bayi-bayi immortal. Meski kenyataannya kau bukan kaum mereka, pada masa itu Volturi menganggap semua bayi yang terlahir dari pasangan vampire merupakan immortal. Seperti kau tahu, penciptaan makhluk immortal sangat dilarang di dunia kita. Maka dari itu, aku dan ibumu memutuskan untuk mengasingkanmu di dunia manusia agar tak tercium dan disalahartikan Volturi.”
“Seberapa bahayakah makhluk immortal itu hingga Volturi sangat berobsesi untuk melenyapkannya?”
“Jika vampire masih dapat mati dengan membakar tubuh atau memotong kepala mereka, maka itu tak berlaku bagi makhluk immortal. Ya immortal, ya, abadi. Dan keabadiannyalah yang sering disalahgunakan bangsa Lucifer untuk menjadikannya inang dan mengambil alih dunia. Sebenarnya sangat sulit untuk mengidentifikasi seorang immortal, karena mereka mayoritas terbentuk dari peleburan manusia dengan vampire. Itulah salah satu alasan mengapa pernikahan vampire dengan manusia sangat tidak diperbolehkan!”
“Lalu, apakah kita juga meminum darah seperti vampire di film-film? Tapi seumur hidup aku tak pernah melakukannya. Aku makan seperti yang dimakan manusia, dan aku tidak mati.” Tanyaku polos. Maklum saja, usiaku masih 14 saat itu. Dunia supranatural masih terlalu awam bagiku. Aku hanya menyimak setengah-setengah dari apa yang dijelaskan Donghae, itupun karena aku ingat kehidupan Cullens di Twilight Saga. Kurang lebih seperti itu.
“Sebenarnya iya, makanan vampire adalah darah. Terutama darah manusia. Tapi kami adalah vegetarian, jadi kami hanya mengonsumsi darah hewan. Tak ada istilah bagi vampire mati kelaparan. Jadi bila seorang vampire tak minum darah dari keduanya, ia masih dapat bertahan namun kemampuannya akan berangsur lenyap. Sama seperti kau. 14 tahun hidup dengan cara manusia membuat vampire ability-mu berkurang. Bahkan pada hal-hal kecil seperti penciuman, pendengaran, maupun perasa. Kau menjadi lebih tidak peka. Semakin mudah lelah, lemah, persis manusia. Pada akhirnya kau bukan lagi seorang vampire, namun juga bukan manusia. Perubahan itu disebut Dracusitosys, sedangkan makhluknya dinamakan Dracemia. Mungkin kau tahu Zombie? Nah, Dracemia mirip itu. Karenanyalah, bersamaan dengan meredanya pemburuan bayi-bayi immortal, kami mengambilmu kembali untuk menjadikanmu vampire sungguhan.”
“Jadi... Itulah kenapa akhir-akhir ini aku tak sehiperaktif dulu lagi? Dan penyakit tidurku itu sebenarnya bukan suatu sindrom seperti yang mereka katakan?”
“Tepat sekali. Vampire tak pernah tidur, itu juga yang terjadi padamu. Namun belakangan kekuatan supranaturalmu menurun drastis dan apabila dibiarkan, kau akan bertransformasi menjadi Dracemia. Tapi kau tak usah khawatir, sebulan setelah kau rutin mengonsumsi darah, kekuatanmu akan berangsur pulih dan kau akan kembali menjadi vampire seutuhnya.”
“Lalu, bagaimana aku bisa tidak tergiur sementara selama ini aku hidup di lingkungan manusia? Bukankah seharusnya aku bernafsu untuk menghisap darah mereka?”
“Itu disebut kekebalan. Sedari kecil kau tinggal bersama mereka, hidup seperti mereka, mengikuti pola hidup mereka. Kau tak akan bertahan bila dulunya pernah mencicipi walau hanya semili darah.”
O-ow. Itu berarti, setelah aku meminum darah nanti, akan sulit bagiku untuk bertemu keluarga Huang lagi? Benarkah?

**

Darah... Darah... Darah...
Betapa nikmatnya ketika darah segar itu mengalir membasahi kerongkonganku. Jika diibaratkan sebuah gurun pasir, maka hujan baru saja melesapkan geringnya. Ahh, kalau darah rusa saja rasanya senikmat ini, bagaimana bila kucoba menghisap darah manusia?
Kata Luhan, namja yang mengajariku tata cara berburu hewan itu, ia pernah mencicipi seekor nyamuk yang baru menghisap manusia. Dan rasanya? Mungkin kau tahu rasa secuil gula-gula yang menggodamu untuk lagi dan lagi, tapi ibumu melarang membelinya? Ya, seperti itulah!
Oh apa yang kupikirkan? Tidak boleh! Tepis pikiran konyolmu itu, You! Aku harus ingat perkataan Jessica. Darah manusia itu seperti narkoba, hanya saja bila narkoba sifatnya merusak tapi darah manusia sifatnya membangun (?).
Aku mendesah bahagia, mengelap bibir yang bercemot darah dengan punggung tanganku. Luhan sudah berdiri di belakangku dan mengajak pergi. Sekedar informasi, Luhan juga anggota komunitas keluarga Lee. Dalam silsilah, kami bisa dibilang sepupu. Tampaknya saja kami seperti oppa-dongsaeng, tapi sebenarnya beda usia kami ratusan tahun!
Itu adalah kesekian kali aku menyantap darah sebagai makanan sehari-hari. Selanjutnya, saat Jessica dan Donghae tahu jika aku ingin kembali pada keluarga Huang, mereka menyarankan agar di Seoul aku meminum darah donor saja.
“Bolehkah?” tanyaku dengan mata berbinar.
“Mau bagaimana lagi? Kau tidak mungkin meneror kota dengan menebarkan desas-desus kalau banyak hewan ternak mati kehabisan darah. Itu justru akan membahayakan kita.” jawab Jessica.
“Tapi bagaimana jika aku tak dapat mengendalikan diri dan... dan... aku menerkam manusia?”
Jessica menghembus nafas. Wanita berambut almond yang terjebak dalam tubuh berumur 26 tahun itu adalah ibuku. Tak percaya? Sama!
Usiaku kini 21 dan artinya beda usia kami hanya lima tahun. Pertumbuhanku baru akan terhenti setelah aku menghisap habis darah seorang pria. Jika tidak, aku akan terus tumbuh bahkan bila sampai ratusan atau ribuan tahun! Itu karena aku tak seperti Jessica yang bertransformasi karena digigit Donghae, melainkan sejak lahir aku murni seorang vampire. Bisa kalian bayangkan jika dalam lima atau lebih tahun aku masih terus tumbuh, siapa yang akan memanggil siapa? Akan aneh bila aku mengklaim jika Jessica ibuku meski itu realita.
“Sebenarnya, kau tak akan mau ‘memakan’ mereka jika bukan karena rangsangan seksualitas. Intinya, seorang vampire bergairah menghabisi mangsanya (manusia) karena daya pikat atau rasa cinta. Seperti dulu ketika ayahmu menjadikanku vampire, atau seperti pasangan-pasangan vampire lain yang salah satunya berasal dari manusia. Selain daripada itu, biasanya vampire yang menyerang manusia telah dirasuki iblis atau memang dia seorang Immortalers.”
.

.

.
Yak, kau mau ikut apa tetap berdiri di situ seperti orang dungu?”
Aku menengok ke sumber suara dan menemukan Tao memanggilku dari mobil. Sehun dan Kai juga sudah stand by di jok belakang dengan wajah over semangat.
“Tunggu aku, oppa!” teriakku lantas berlari mengejar Japp yang mulai dialihfungsikan Tao seperti mobil-mobilan untuk memancing balita. Heh, apa dia lupa kalau aku seorang vampire—maksudku, pelari maraton?
Noona makan apa sih bisa lari secepat itu? Padahal Tao hyung ‘kan mantan racers!” Kai terpukau bukan main.
“Thehun thuka thekali pada noona-noona yang berthemangat.” Sehun memposisikan dagunya pada sandaran jokku, berusaha menggodaku dengan mimik nakalnya. Iya, kuakui, aku tergoda >///<.
“Eh, bohong! Kau kan memang suka semua jenis noona, sampai yang obesitaspun kau embat!” sorak Kai.
“Kalian tak usah memuji berlebihan begitu. Dan kau tidak perlu juga menggoda adikku, Oh Sehun! Lihat, dia jadi geer setengah mati.” Tao melirikku sinis dan kubalas dengan lebih sinis.
“Apa masalahmu, heh? Lebih baik kau ajari aku drifting!”
“Huh? Jangan harap!” tolaknya mentah-mentah.
“Kenapa?”
“Kau tahu kau itu kelewat hiperaktif dan selalu kelebihan energi. Kau mau aku ajari drifting? Sama saja artinya membunuh para pengguna jalan!”
“YAKK!” Aku menyengir dan langsung menjambak rambutnya kencang-kencang.
Ya!Ya!Ya! Berhenti menarik rambutku, bodoh! Aku sedang mengemudi!”
“Tidak akan sampai kau berjanji mengajariku!”
“Bahkan bila aku harus matipun jangan harap aku memberitahumu!”
“Kalau begitu, jangan salahkan bila kita mati bersama saat ini juga!!”
Aku bersikukuh tak mau menyingkir, tetap mencengkeram helaian rambut hitamnya bak sebuah tali tambang sementara di bawahku jurang dengan batuan curam. Alhasil, Tao kehilangan kendali dan mengemudi dengan oleng. Sehun dan Kai berteriak-teriak heboh memperparah keadaan. Sementara itu, di luar, di jalanan, pengemudi lain dengan geram mengklakson kami karena sudah seenaknya memonopoli jalan raya~~~

**

Normal POV

“Bagaimana? Apa disana dia baik-baik saja?”
Jessica memperhatikan Donghae yang tak kurang dari hitungan detik melompat dari satu pohon ke pohon lain dan sekarang, berdiri tepat di hadapannya. Ia mengeluh.
“Kau tahu anak itu. Semenit lalu aku melihatnya nyaris menyebabkan kecelakaan massal.”
Jessica mendesah. “Sudah kuduga akan begitu.”
“Tenang saja, dia sudah dewasa. Lama-lama dia juga terbiasa mengontrol kekuatannya.”
“Aku tak percaya itu, Hae. Dia sangat pecicilan, persis dirimu. Aku harus melakukan sesuatu.”
“Hei,” Donghae mencekal tangan Jessica, “Tak usah sepanik itu. You kita akan baik-baik saja, hm?”
“Yang kukhawatirkan bukan dirinya, melainkan manusia-manusia yang berpeluang celaka akibat ulahnya.”
“Sica... -_-”
“Aku harus pergi se—”
“Shh.”
Donghae meletakkan telunjuknya di bibir wanita bermarga Jung itu. Selanjutnya giliran jemarinya yang bermain-main di wajah Jessica. Demi apapun, Jessica adalah wanita tercantik yang pernah ditemui Donghae di dunia ini. Dan—tentu saja—Donghae sangat mencintainya.
“Kalau diingat-ingat, kita belum melakukan morning kiss hari ini.” Desis Donghae seductive. Ditatapnya lekat wajah Jessica mulai dari sepasang mata onixnya, hidung mancungnya, relung pipinya, serta rahang indahnya dan terakhir bibir Jessica yang selalu membuat diri Donghae diburu nafsu. Donghae mendekatkan wajahnya secara perlahan, pelan, pelan...
CHU!
Pria ikan itu mengerjap matanya dua tiga kali. Sesuatu yang tak pernah vampire lakukan.
“Sudah? Kalau begitu aku akan pergi mengurus putri kita.”
Tanpa babibu lagi Jessica segera melesat pergi. Sementara Donghae masih berdiri terdiam. Lalu, ia tertawa sendiri. Hampir 300 tahun ia hidup dan bertemu banyak sekali wanita namun tak ada satupun dari mereka yang pernah mencumbunya duluan seperti yang baru Jessica lakukan—bahkan ini pertama kali sejak ia mengikat janji dengan Jessica sekitar 22 tahun lalu.
“Dasar.”

**

TBC

___

A/N:
Hyahaaa chapter 2-nya sudah dipost :DD Karena mengandung beberapa kata vulgar dan sedikit adegan, yeah, you know lah, FF ini ku-rating 17. Jadi yang merasa di bawah umur dan udah terlanjur baca, nggak dosa sih, karena authornya sendiri juga masih 15 XD
Seperti biasa, silakan dikomen~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar